Resep Sukses Fan Bingbing, Sang 'Maharani' Sinema Tiongkok

Anna Muttaqien View: 6171

Konon, sosok cantik Fan Bingbing bisa dilihat dimana-mana di Tiongkok, mulai dari boneka Barbie, billboard, layar televisi, hingga layar bioskop. Nama Bingbing pun besar di dunia internasional; ia bahkan menjadi satu-satunya aktris non-Amerika yang masuk ke 10 besar aktris dengan bayaran tertinggi versi Forbes.

Peran Bingbing dalam X-Men: Days of Future Past sebagai Blink mengantarkanya ke kursi peringkat keempat dalam daftar Forbes dengan estimasi pendapatan USD21 juta, sekaligus menjadikannya sebagai salah satu profil kesuksesan di Tiongkok. Follower-nya di Weibo (Twitter-nya Tiongkok) pun mencapai rekor 42 juta. Padahal dulunya, ia hanya anak-anak biasa dari keluarga berlatar belakang militer.

Dalam sebuah wawancara di South China Morning Post Desember lalu, Fan Bingbing, 34 tahun, mengisahkan awal perjalanan karirnya.

"Saya mulai tertarik pada akting saat saya berumur 11 atau 12, dan melihat sebuah serial televisi berdasarkan sang maharani Tiongkok (Wu Zetian). Saya memandang karakternya memesona, dan saya berjanji pada diri saya sendiri, suatu hari saya akan berinkarnasi/reinkarnasi menjadi dirinya."

 

Belajar Seni Sejak Dini

Biarpun ia berasal dari keluarga militer, tetapi talenta aktingnya berkembang berkat dukungan Ayah dan Ibunya yang mencintai dunia seni. Bingbing belajar memainkan seruling dan piano saat masih anak-anak, kemudian masuk ke Xie Jin Film & Television Art College di Shanghai Normal University.

Debut Bingbing di usia 15 tahun bukan tanpa masalah. Katanya, "Di China, untuk sukses, seringkali memiliki bakat dan meraih penghargaan itu tidak cukup. Beberapa guanxi (koneksi) hampir selalu diperlukan. Namun ketika saya melangkah ke industri hiburan, keluarga saya tak punya guanxi. Jadi saya tahu saya harus mengambil risiko gagal dan menanggung konsekuensi sendirian."

Akan tetapi, dewi fortuna berada di pihaknya. Hanya setahun kemudian, pada 1997, nama Fan Bingbing meroket berkat supporting role-nya pada drama serial televisi Putri Huan Zhu sebagai Chinsuo.

Putri Huan Zhu

>Image>> Pemain utama Putri Huan Zhu: Ruby Lin (kiri), Vicky Zhao (tengah), Fan Bingbing (kiri). 

Sejak saat itu, Bingbing telah membintangi sekitar 90 film dan drama televisi di tiga benua. Di mata kritikus internasional, namanya pun dikenal berkat Lost in Beijing (2007) dan Buddha Mountain (2010). Dan tahun lalu, ia berhasil merealisasikan mimpinya untuk memerankan Wu Zetian, sang maharani China.

"Orang tua saya bangga," kata Bingbing, kemudian menambahkan,"Kesuksesan saya bisa dirangkum dengan satu pepatah China yang sangat mengglobal: 'Berada di tempat yang tepat di saat yang tepat untuk melakukan hal yang tepat'. Tentu saja, kecantikan membantu, sebagaimana juga di tempat lain di Dunia, namun sekedar tampang saja tak cukup. Adalah penting untuk menghimpun pengalaman, bekerja keras, dan mencintai apa yang Anda lakukan meskipun ada kesukaran-kesukaran yang bisa mengikuti."

 

Dari Komedi, Ke Sci-fi Dan Drama

Dalam dua tahun terakhir, ia telah berperan dalam 11 film, muncul di beragam iklan, dan bahkan menjadi juri dalam acara pemilihan talenta CCTV, Amazing Chinese. Namun demikian, ia banyak dikritik karena kualitas proyek-proyek dimana ia terlibat dan kurang konsistensi karir. Banyak yang mengklaim ia dengan ceroboh bergeser dari komedi remaja ke film sci-fi ke drama sosial, dan bahwa ia telah kehilangan arah. Bagaimana tanggapan Bingbing?

"Di China, tak peduli seberapa bagus Anda melakukan pekerjaan, akan selalu ada seseorang yang mengkritik Anda."

Drama adaptasi sejarah Bingbing tahun 2014, The Empress of China, yang diangkat dari kisah Wu Zetian, maharani legendaris China, dan baru tayang pun tak luput dari kritik. Proyek yang merupakan serial televisi termahal dengan budget sekitar 300 juta yuan tersebut dikritik akibat banyaknya belahan dada yang nampang di layar kaca. Perusahaan produksinya, Fan Bingbing Studio, beralasan bahwa 3000 kostum yang dipakai dalam serial sepanjang 96 episode tersebut autentik -memang pakaian yang menonjolkan belahan dada dipakai di masa dinasti Tang (618-907). Namun pada akhirnya semua adegan dimana pemain wanita, termasuk Bingbing, di-shoot dari depan, harus di-edit guna menyembunyikan belahan dada mereka.

"Dalam banyak kasus, mereka yang mengkritik saya ingin menaruh diri mereka sendiri dalam sorotan. Saya kira ini sangat berbeda dengan apa yang dilakukan di luar negeri, dimana sanjungan lebih umum," katanya.

Terbukti, biarpun banjir kritik dan sudah disensor, tetapi The Empress of China sukses besar memecahkan rekor jumlah penonton tertinggi sepanjang masa.

 

Di Tiongkok Lebih Sulit

Dalam beberapa tahun terakhir, Fan Bingbing telah merasakan sendiri perbedaan antara dunia perfilman China, Hollywood, dan Eropa.

"Saya menemukan bahwa di negeri saya itu lebih sulit. (Profesi) kami adalah suatu profesi yang tak terlindungi di China, dan membutuhkan pengorbanan besar. Seringkali kami bekerja 24 jam tanpa henti, dan kami tak bisa beristirahat secara fisik maupun mental. Apalagi, tekanan dari hujan rumor di media itu melelahkan. Di Eropa, disana ada banyak kebebasan, film-film independen sukses dan Anda bisa menarik napas di atmosfer inspirasi yang hebat. Ini mirip dengan apa yang terjadi di Korea Selatan. Di Hollywood, di sisi lain, Saya merasa ada profesionalisme yang lebih besar, dan semuanya dipersiapkan untuk membuat kerja para aktor selancar mungkin."

 

Blink X-Men

Wajah Asia Pilihan Hollywood

Bingbing adalah bintang Asia pertama yang diminta untuk bermain dalam saga X-Men. Namun, ia menyadari bahwa ia tidak semata dipilih berkat bakat akting-nya.

"Pertumbuhan ekonomi kuat yang dialami China membuat banyak rumah produksi Amerika ingin mencoba memenangkan publik dengan memasukkan elemen-elemen budaya kami. Dalam hal X-Men, mereka membutuhkan satu wajah China. Sutradara Bryan Singer telah melihat beberapa film saya -saya kira ia suka pekerjaan saya- dan ketika kita berjumpa di Oscar, kita menyepakati kerjasama dalam waktu kurang dari satu jam. Itu cepat dan simpel; sangat straightforward."

Pembuat film Iron Man 3 versi China menerapkan ide tersebut lebih jauh; menambahkan adegan-adegan yang diambil di China, dan memasukkan Bingbing dalam film aslinya untuk meningkatkan daya tarik di Tiongkok dan memfasilitasi penempatan (iklan) produk-produk yang dibuat oleh perusahaan-perusahaan China. Banyak yang mentertawakan caranya memasukkan adegan-adegan baru, tetapi nyata bahwa kepentingan Hollywood di China membuka peluang bagi bintang-bintang lokal untuk naik ke pentas Dunia.

"Kita tetap harus tenang dan berhati-hati pada pilihan kita," kata Bingbing, memperingatkan," Meski pemirsa internasional bisa mengetahui saya dari film-film blockbuster ini, tentu saja saya sadar bahwa saya mungkin tidak akan diberi peran utama di Hollywood dan kebanyakan penonton saya akan selalu berada di China. Ini adalah pengalaman besar darimana saya bisa belajar banyak, tetapi saya takkan kehilangan perspektif."

 

Aktris Dan Produser

Di sisi lain, Fan Bingbing meyakini kesempatan-kesempatan bagus mulai terbuka di China.

"Kita meniru model Amerika, dengan banyak uang diinvestasikan dalam beberapa film. Kemampuan teknis dan sumber dayanya kelas dunia. Masalahnya adalah bahwa banyak investor tidak mengenal industri film, sehingga banyak cerita buruk dan pasarnya juga belum matang. Mungkin itu juga alasan kenapa film-film kita tidak sukses di luar negeri."

Itulah mengapa ia memutuskan untuk mendirikan Fan Bingbing Studio.

"Sebagai seorang aktris, saya selalu berpartisipasi dalam film-film yang menawarkan saya peran yang menarik, terlepas dari bayaran saya. Sebagai seorang produser, saya mendelegasikan (orang lain untuk mengerjakan) soal-soal keuangan dan berfokus pada sisi kreatif, berusaha menawarkan sesuatu yang berbeda pada pemirsa."

"Di setiap generasi ada seorang aktor yang berperan sebagai duta bagi Dunia. Adalah kehormatan bagi saya untuk diberi peran tersebut, yang mana saya rasa karena saya memiliki banyak pekerjaan internasional belakangan ini."

Namun, berperan di level internasional pun tidak mudah. Bingbing mengaku, "Batasan bahasa adalah masalah bagi saya. Tetapi saya terlalu sibuk untuk belajar. Saya punya tutor, tetapi dia belum mendapat kesempatan untuk mengajari saya dalam enam bulan ini."

Anna Muttaqien

Kontributor sekaligus editor di Sinemapedia. Hobi menulis, membaca, nonton, plus nggosip apa saja yang hubungannya dengan Asia dan Jepang. Mulai suka anime dan manga sejak tahun 90-an, berlanjut sampai sekarang.

Lihat profil selengkapnya






Artikel Lain
Review Film




Berita Popular




Review Pembaca
ivan menulis "."
Di Review Film HIGH & LOW THE MOVIE 3: Final Mission >>
kevin menulis "ini di indo perkiraan masuk kapan ya "
Di Review Film HIGH & LOW THE MOVIE 3: Final Mission >>
Jakli Blythe menulis "katnya bluraynya mau keluar bulan februari lah sekaranh udah maret masih blom kluar juga hadeh"
Di Review Film HIGH & LOW THE MOVIE 2: End Of Sky >>
Dimas yosua cahyo menulis "Gimana yaa cara nonton high & low yg ini,,  saya penasaran sama kelanjutan film nyaa,,  tolong kasih link plis"
Di Review Film HIGH & LOW THE MOVIE 2: End Of Sky >>