Prenjak: Film "Intip Kelamin" Sabet Juara Film Pendek Cannes 2016

Nadia Sabila View: 2897

Satu lagi film karya anak bangsa tembus festival film Cannes dan menjuarainya. Kali ini giliran film pendek berdurasi 12 menit berjudul 'Prenjak'. Film yang menggunakan bahasa Jawa sebagai dialog keseluruhan, dengan latar belakang Yogyakarta sebagai lokasi ini, memboyong penghargaan kategori Le Prix Découverte Leica Cine mengalahkan 10 finalis lainnya dari seluruh dunia. (Baca juga: Indonesia Sumbang Dua Film Di Festival Cannes 2016)

Wregas Bhanuteja, sang produser film pendek ini, sungguh tak menyangka karyanya diapresiasi sedemikian tingginya di ajang bergengsi pula. Uniknya, tim penggarap Prenjak hanya terdiri dari 5 orang, termasuk pemain filmnya. Prenjak (In The Year of Monkey) mengisahkan seorang perempuan bernama Diah, yang sedang terhimpit keadaan ekonomi dan membutuhkan uang cepat. Untuk mendapatkan uang itu, sang perempuan pun harus menjual korek api, yang satu batangnya seharga 10 ribu rupiah. Akan tetapi korek api itu bukan sembarang korek api, karena akan menjadi alat penerang yang digunakan untuk si pembeli melihat bagian terintim dari Diah.

"Sungguh tak disangka," kata Wregas, 22 tahun.
"Saya merasa bahwa ini adalah energi yang sangat besar sekali bagi saya. Saya berharap agar api ini tetap menyala. Dan ketika saya pulang ke Indonesia, saya akan mulai membuat film lagi dan lagi," kata Wregas saat diwawancarai oleh BBC Indonesia.

kru_prenjak
Banyak pujian yang dipanane oleh Wregas dan kawan-kawannya dari Prenjak. Salah satunya adalah dari sutradara kondang Indonesia, Joko Anwar. Melalui akun twitternya, Joko Anwar mengakui bahwa Prenjak adalah film paling keren yang pernah ia tonton di Cannes tahun ini. Meski full berbahasa Jawa, tentunya ada terjemahan yang disertakan sehingga alur cerita Prenjak dapat dipahami oleh semua kalangan.

Adapun sembilan judul film lain yang berhasil disingkirkan Prenjak antara lain;

  1. Arnie karya Rina B. Tsou (Taiwan - Filipina),
  2. Ascensão (Pedro Peralta, Portugal), 
  3. Campo de víboras (Cristèle Alves Meira, Portugal), 
  4. Delusion Is Redemption to Those in Distress (O Delírio é redenção dos aflitos, Fellipe Fernandes, Brasil), 
  5. L’Enfance d’un chef (Antoine de Bary, Prancis),
  6. Limbo (Konstantina Kotzamani, Yunani) 
  7. Oh what a wonderful feeling (François Jaros, Kanada), 
  8. Le Soldat vierge (Erwan Le Duc, Prancis), dan
  9. Superbia (Luca Tóth, Hungaria).

Nadia Sabila

Mantan anggota teater di kampus dan suka menonton film animasi Barat, drama, komedi, dan sci-fi. Meski bertampang sangar, ia kurang berminat pada film yang banyak mengandung adegan-adegan mengagetkan dan sadis. Kadang suka salah fokus lebih memperhatikan soundtrack-nya daripada film-nya.

Lihat profil selengkapnya






Berita Lain
Review Film




Artikel Popular