10 Trailer Yang Lebih Bagus Dari Filmnya
Galuh Mustika View: 1977Percaya atau tidak, ada film-film mengecewakan yang kadang 'menipu' penonton untuk melihatnya, hanya karena dipromosikan dengan trailer yang bagus. Hal ini malah terjadi lebih sering dari yang Anda duga. Meski bagus tidaknya suatu trailer dan film bisa jadi bersifat subjektif, tapi artikel ini akan berupaya mengeliminasi kemungkinan tersebut dengan mengungkap 10 trailer yang memicu antisipasi besar, tapi filmnya gagal memenuhi ekspektasi Box Office maupun respon positif dari pengamat.
1. Suicide Squad
Meluncur di tahun 2016, Suicide Squad adalah definisi film mengecewakan yang memiliki trailer mengesankan. Dibuka dengan remake Bohemian Rhapsody dari Panic! At the Disco, trailer Suicide Squad langsung menghentak dengan perkenalan karakter-karakter antihero yang menjadi bintang di film ini. Belum lagi, nuansa fun dengan tingkah-tingkah 'tak terpuji' para anggota Suicide Squad, membuat trailer ini mengindikasikan sebuah film yang mengantarkan banyak keseruan non-mainstream.
Melihat banyaknya film superhero yang selalu mengusung kebenaran dan sifat terpuji, petualangan Suicide Squad yang kadar kewarasan dan nilai moralnya kadang perlu dipertanyakan, jelas bisa menjadi suatu hal baru dan angin segar.
Nyatanya, film Suicide Squad tidak seseru yang dibayangkan banyak orang. Ada beberapa bagian yang menampilkan adegan-adegan menarik di trailer, tapi karena editing film yang berantakan, tidak ada konsep yang jelas untuk memahami guyonan mereka. Belum lagi, Suicide Squad memiliki banyak ketimpangan cerita, konsistensi dengan karakter-karakternya, dan beberapa adegan yang gagal tereksekusi dengan baik. Meski Box Office Suicide Squad terbilang bagus, rating kritikus untuk film ini bisa dibilang cukup parah dan menghancurkan reputasinya.
Beberapa fans bersikeras jika film ini sebenarnya bagus dan tak menghiraukan opini pengamat yang menurut mereka 'dimanipulasi'. Namun dilihat dari sudut pandang manapun secara objektif, secara sinematik, film ini memang gagal menyampaikan nuansa yang disinyalkan di trailernya. Well, at least DC masih mendapat penghiburan dari kemenangan Suicide Suqad di Academy Awards untuk kategori Best Makeup and Hairstyling.
2. Clash of the Titans
Menjanjikan deretan pemain berkelas (Liam Neeson dan Ralph Fiennes), plus Sam Worthington yang kala itu sedang naik daun berkat perannya di Avatar, Clash of the Titans cukup diperhitungkan saat filmnya belum benar-benar rilis. Kemunculan trailer yang mengesankan pun semakin menambah antusiasme para penggemar film bergenre kolosal, fantasi, maupun petualangan.
Bagaimana tidak, ada begitu banyak aspek trailer yang bisa dikagumi, mulai dari kekuatan mitos sebagai latar ceritanya, adengan pertempuran yang menakjubkan, soundtrack yang menggigit, dan kemunculan monster maha dahsyat yang bisa membuat siapapun tercengang.
Namun sayangnya, ketika film ini benar-benar meluncur di bioskop dan bisa disaksikan secara luas, ada begitu banyak masalah yang menghinggapi Clash of the Titans. Mulai dari efek visual, akting para pemain, hingga kurangnya substansi dalam cerita, Clash of the Titans banyak dihujat hingga akhirnya dinominasikan dalam Golden Raspberry Awards, suatu ajang penghargaan untuk film-film terburuk.
Box Office film ini memang cukup baik hingga bisa meyakinkan Warner Bros. untuk meloloskan sekuelnya, Wrath of the Titans. Namun ketika film ketiga yang sedianya akan berjudul Revenge of the Titans tidak jadi dibuat karena performa Box Office Wrath of the Titans, tak ada yang merasa terkejut ataupun menyayangkannya.
3. Collateral Beauty
Dikonsep sebagai film yang rilis pada liburan Natal, wajar jika Audience mengharapkan sajian yang menyentuh nan inspiratif dari Collateral Beauty. Trailer filmnya pun menghadirkan drama yang tak berbeda jauh dari kesan tersebut, karena memperlihatkan perjuangan Howard, seorang ayah yang baru saja kehilangan putrinya. Ia dikisahkan berjumpa dengan personifikasi dari Cinta, Waktu, dan Kematian, yang terlihat akan membantunya keluar dari jurang depresi. Premise cerita itu semakin diperkuat dengan jajaran pemain sekelas Will Smith, Edward Norton, Keira Knightley, Kate Winslet, dan Helen Mirren.
Ketika film ini dirilis, kontroversi pun mulai bermunculan karena banyak penonton merasa tertipu dengan trailer Collateral Beauty. Alih-alih mengisahkan perjalanan Howard yang dituntun oleh 3 sosok mistis, film ini justru menghadirkan para pegawai Howard yang menyewa beberapa aktor untuk menjadi Cinta, Waktu, dan Kematian. Tujuan mereka adalah untuk mencari bukti yang bisa menjatuhkan kredibilitas Howard sebagai pimpinan perusahaan.
Jika hal ini disimpan sebagai Plot Twist, mungkin para penonton bisa memahaminya. Namun kejadian tersebut sudah bermula sejak awal film dan menjadi tema utama yang membentang sampai akhir durasi. Ketika Collateral Beauty mulai berbenah dan menunjukkan aspek inspiratifnya di penghujung film, penonton sudah merasa terlalu tersinggung hingga menganggap peubahan cerita itu tak lagi berarti.
Para pengamat pun tak segan-segan menghujat film ini. Richard Roeper bahkan melabelinya sebagai bentuk penipuan, dengan satu-satunya hal mengesankan yang didapat dari Collateral Beauty adalah bagaimana film ini bisa dirilis. Box Office film ini pun tak terlalu impresif, hanya mengumpulkan $88.5 juta dari budget $36-40.3 juta.
4. The Counsellor
Dengan kontribusi sosok-sosok sekaliber Ridley Scott, Michael Fassbender, Brad Pitt, Penelope Cruz, Javier Bardem, dan Cameron Diaz, apa yang bisa diragukan dari sebuah film? Kolaborasi mereka di The Counsellor seolah menjadi skenario too good to be true yang menjadi impian para penggemar film. Antisipasi ini pun didukung trailer berkualitas yang bisa menampilkan aspek emosional, tensi yang terbangun dengan baik, dan sinematografi yang indah.
Sayang, limpahan bakat dari sineas dan para pemainnya tak cukup menolong The Counsellor ketika ia tenggelam di tengah lautan kritik, juga ketika ia karam di papan Box Office. Apa yang membuat film ini flop dalam artian yang sebenarnya? Diyakini, karakter-karakter yang kurang solid menjadi pemicu gagalnya film ini. Para tokoh The Counsellor hanya menjadi karikatur yang berdialog dengan ucapan filosofis penuh teka-teki, tanpa memiliki kepribadian dan maksud yang jelas.
5. Dark Shadows
Dark Shadows hadir ketika industri perfilman Hollywood masih dihebohkan dengan tren Vampire, Werewolf, dan makhluk-makhluk sejenis berkat sensasi The Twilight Saga. Namun dengan trailer unik yang penuh dialog lucu dan adegan yang terang-terangan 'menyindir' Vampire, Dark Shadows berpotensi menjadi tontonan segar yang tidak meromantisasi makhluk mitis, apalagi mendewakannya sebagai entitas kuat tak terkalahkan. Plus, ada nama Johnny Depp di bangku pemain utama yang bisa menarik perhatian para penggemarnya.
Trailer yang menarik nyatanya tak mampu menutupi kualitas Dark Shadows yang di bawah rata-rata, baik dari segi tema cerita, dialog, hingga penokohan. Jika ditinjau ulang, film ini tidak menghadirkan cerita baru, dialog lucu yang efektif karena semuanya sudah terungkap di trailer, apalagi karakter menarik yang bisa membuat penonton terpikat atau paling tidak bersimpati dengan perjuangannya. Dark Shadows justru menjadi karya tanggung yang seakan-akan ingin menjadi komedi horor, tapi malah bergelut dengan drama dan action tipikal khas film-film Vampire. Belum lagi, unsur romantisme yang diharapkan tak ada ternyata malah hampir mendominasi di film ini. Duh!
6. Exodus: Gods And Kings
Satu lagi film buatan Ridley Scott yang memiliki trailer bagus tapi pada akhirnya mengecewakan adalah Exodus: Gods And Kings. Para kreator trailer film ini tampaknya perlu diapresiasi karena bisa membuat tontonan yang lebih masuk akal ketimbang sinemanya. Caranya? Dengan membuat tempo adegan lebih tertata, visual yang memukau, adegan action yang ambisius, dan konflik moral yang berbobot tentang kepatuhan terhadap Dewa dan naluri kemanusiaan. Aspek terakhir jelas sangat menarik karena jarang disajikan di film-film historis semacam ini.
Pada akhirnya, Exodus: Gods And Kings justru menjadi film yang bertentangan dengan semua sisi positif trailernya. Selain karena pacing yang kurang tertata, Ridley Scott mengesampingkan unsur substansi dan menjadikan sebagian besar film ini sebagai pemancing adegan epic di bagian akhir. Dampaknya? Jelas tidak baik untuk Box Office maupun kualitasnya. Meski diarahkan sutradara kondang Ridley Scott dan dibintangi Christian Bale, Joel Edgerton, juga Sigourney Weaver, masih adakah yang ingat dengan film keluaran tahun 2014 ini di tahun 2018? Kira-kira sekecil itulah dampak film ini secara keseluruhan.
7. Tron: Legacy
Jika sebuah trailer biasanya dibuat hanya untuk menampilkan beberapa adegan yang bisa menarik perhatian penonton tanpa benar-benar menampilkan "senjata andalan" filmnya, maka tidak demikian halnya dengan trailer Tron: Legacy. Dalam video tersebut, kisah perjalanan sang tokoh utama justru ditampilkan dengan cukup mendetail (untuk seukuran trailer) sampai akhirnya ia tiba di dunia Video Game. Baru setelahnya, hadirlah kilasan-kilasan yang menampilkan action, efek visual, dan iringan Soundtrack memukau untuk memicu antusiasme penonton lebih jauh.
Ketelatenan di atas justru tidak ditampilkan dalam film yang seharusnya bisa melakukan eksplorasi lebih dalam, mengingat durasinya yang nyata-nyata lebih panjang daripada trailernya. Whatculture bahkan menyebut Tron: Legacy sebagai video musik berdurasi 2 jam yang sama sekali tidak memiliki substansi seperti trailernya. Film ini memang menjadi Blockbuster di musim dingin 2010, setelah mengumpulkan pendapatan $400 juta secara global. Namun hal itu tak dapat diiringi oleh respon pengamat yang cenderung beragam.
8. Kick-Ass 2
Mengikuti kesuksesan film pertama Kick-Ass, Kick-Ass 2 dipromosikan dengan trailer yang lebih memikat, menampilkan banyak adegan action menegangkan, celetukan nyeleneh dari si tokoh utama, dan kemunculan Jim Carrey yang sudah cukup lama tak tampil di layar lebar.
Begitu film ini meluncur secara resmi, ada beberapa kekecewaan yang membuat Kick-Ass 2 gagal mengulangi kesuksesan film pertamanya. Fenomena ini sebenarnya cukup wajar, tapi mengingat antusiasme terhadap trailer Kick-Ass 2 yang cukup besar, ada ketimpangan nyata antara hal itu dengan performa akhir filmnya. Belum lagi, Jim Carrey ternyata tak ditampilkan sebanyak dugaan. Penghasilan Kick-Ass 2 hanya sebesar $60.7 juta dan tidak sanggup memikat perhatian para pengamat dalam catatan positif. Jim Carrey pada akhirnya menarik dukungannya terhadap film ini, karena insiden penembakan di sekolah Sandy Hook yang kabarnya terinspirasi oleh adegan-adegan kekerasan di Kick-Ass 2.
9. The Interview
Ketika isu peretasan Sony ramai diberitakan di media-media, film The Interview mencuat sebagai salah satu sorotan karena menjadi salah satu "data" yang dibocorkan ke publik. Tema film yang memparodikan Kim Jong-un semakin menyulut kontroversi, karena beberapa pihak menganggap insiden peretasan Sony didalangi oleh Korea Utara. Well, The Interview setidaknya mampu mengipasi antusiasme tersebut dengan trailer yang memuaskan. Dengan komedi serba kisruh ala James Franco dan Seth Rogen, trailer The Interview sukses menyeimbangkan guyonannya dengan cameo-cameo mengejutkan.
Akan tetapi, film The Interview justru tidak selucu yang diharapkan. Komedinya tidak segarang yang dibesar-besarkan, pun dengan sindirannya untuk menggambarkan kekhawatiran meletusnya Perang Dunia III yang kala itu sedang memanas. Meski tanggapan kritikus tidak sepenuhnya negatif, tapi The Interview gagal total di Box Office, dengan hanya mengumpulkan $12.3 juta dari budget yang sebesar $44 juta.
10: X-Men: Apocalypse
Sebagai entri ketiga dari seri prekuel X-Men, film ini banyak menjanjikan kelebihan yang membuat dua film sebelumnya (First Class dan Days of Future Past) begitu dielu-elukan. Terlebih lagi, sekolah X-Men dikisahkan sudah kembali beroperasi, dan akan ada versi muda dari tokoh-tokoh X-Men populer seperti Cyclops, Jean Grey, Storm, Nightcrawler, dan Quicksilver. Premise itupun dituangkan ke dalam trailer epic yang juga menampilkan kedahsyatan ancaman sang tokoh Villain, yakni Apocalypse.
Namun sebagai film, X-Men: Apocalypse tak berhasil mempertahankan kualitas dari First Class dan Days of Future Past. Penyebab utamanya adalah kegagalan penokohan Apocalypse yang terlalu one-dimensional sehingga sama sekali tidak menarik. Eksekusi setiap adegan memang cukup bisa diapresiasi, tapi pembuat film ini seolah gagal merangkainya dengan baik, dan akhirnya malah membuat X-Men: Apocalypse seperti film superhero tipikal di era lama.
Bisa dikatakan, rating rendah dari para kritikus cukup sepadan dengan kualitas X-Men: Apocalypse yang jelas mengecewakan ekspektasi para fans. Box Office-nya pun tidak seimpresif film-film terdahulunya. X-Men: Apocalypse malah seakan-akan terhapus dari peta film superhero fenomenal di tahun 2016; bahkan Suicide Squad yang dianggap mengecewakan pun masih lebih meninggalkan kesan daripada film ini.
Apakah Anda punya pengalaman 'ditipu' oleh film lain, atau justru tidak setuju dengan deskripsi beberapa film di atas? Jangan ragu untuk menyampaikan pendapat di kolom komentar.